Seringkali hukum berisikan materi yang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Bukan perkara mudah untuk dapat memahami bahasa hukum jika tidak berlatar belakang sarjana hukum. Akan tetapi sebenarnya ada caa yang cukup mudah untuk memahami (bahasa) hukum. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa hukum tidak akan jauh pengertiannya dari akal logis manusia. Apa yang dipikirkan oleh manusia itu pula yang diterapkan dalam hukum.Contoh mudah, setiap orang yang bersalah harus dihukum. Di dalam Sosisologi hukum, hal ini disebut sebagai permis mayor atau pendapat yang umum dikemukakan oleh orang banyak. Satu tahap sudah dipahami bahwa setiap yang bersalah harus dihukum, namun kemudian muncul pendapat yang bisa dikatakan pendapat minor, bahwa terhadap perkara yang sama atau sejenis, hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda. Adalah wajar apabila masyarakat mempertanyakan hal seperti itu, mengingat (dalam pemahaman masyarakat) apabila tindak pidanaya sejenis maka hukumannya harus sama. Ada beberapa sebab pemidanaan menjadi tidak sama, salah satu diantaranya yang merupakan hal pokok adalah, FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN. Tidak semua perkara yang sama atau sejenis memiliki fakta persidangan yang sama, mengingat bahwa pelakunya bisa berbeda, korbannya berbeda, alasan melakukan tindak pidana juga berbeda, selain itu juga faktor pelaku yang menyesali atau tidak menyesali perbuatannya dan juga pelaku adalah residivis (mengulangi perbuatannya) atau bukan. Hal-hal tersebut akan menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Yang utama dalam sebuah putusan Hakim adalah Hakim tersebut memberikan pertimbangan yang cukup dan bisa diterima logika atas suatu tindak pidana. Oleh karena itu, maka memahami hukum harus menggunakan logika dan ketika ditemukan perbedaan penafsiran maka harus dicari sebabnya. Janganlah kita memahami hukum hanya setengah-setengah yang pada akhirnya akan menimbulkan gala paham atas suatu hukum yang berlaku.
Selasa, 07 Agustus 2018
Senin, 06 Agustus 2018
Sepenggal Cerita dari Diklat HAM
Semua orang pasti sudah mengenal dan mendengar mengenai Hak Asasi Manusia atau sering disingkat dengan HAM. Namun mungkin masih banyak yang belum paham, sempai batasan apa HAM dapat diterapkan. Hal ini berkaitan dengan adanya Kewajiban Asasi Manusia. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa ketika ia menuntut haknya maka sejatinya ia telah pula dibebani dengan kewajiban yang harus dilakukannya. Contoh mudah, ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, kenapa dia selalu mendapat nilai yang kurang bagus, maka seharusnya sang murid tersebut juga bertanya pada dirinya, apakah dia sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu belajar. Sering kita mendengar atau melihat baik langsung maupun tidak langsung, adanya demonstrasi menuntut sesuatu hak, namun pernahkah para pendemo tersebut berpikir, bahwa dengan melakukan demonstrasi juga menghalangi hak orang lain untuk, misalkan, melewati jalan yang tertutup oleh peserta demo. Teringat pada persitiwa beberapa tahun yang lalu, ketika terjadi demonstrasi besar sehingga menutup bagian jalan di sepanjang Jalan Gatot Subroto Jakarta, ketika itu terdapat ambulance yang sedang membawa pasien seorang ibu yang akan melahirkan. Ambulance tersebut tidak dapat melintas di jalan yang sudah tertutup oleh peserta demonstrasi, sehingga dalam keadaan darurat ibu tersebut dapat melahirkan di tengah jalan tol di tengah-tengah peserta demonstrasi dengan bantuan paramedis dari mobil ambulance tersebut. Hak kita tidak akan terlepas dari hak orang lain, yang kemudian kita sebut sebagai kewajiban. Tanpa adanya kesadaran akan kewajiban kita maka tentunya akan sia-sia apabila kita hanya menuntut hak kita
Kamis, 26 Juli 2018
PERMA NO. 13 TAHUN 2016
http://sp.beritasatu.com/home/peraturan-ma-no-13-tahun-2016-jadi-titik-tolak-kemajuan-hukum-di-indonesia/125103
PERMA NO. 13 TAHUN 2016
http://sp.beritasatu.com/home/peraturan-ma-no-13-tahun-2016-jadi-titik-tolak-kemajuan-hukum-di-indonesia/125103
Selasa, 24 Juli 2018
DUNIA ANAK ADALAH DUNIA ANAK
Setiap tanggal 23 Juli selalu kita peringati sebagai Hari Anak Nasional, namun pernahkah kita berpikir bahwa dunia anak adalah dunia kita (orangtua) juga? Setiap orang selalu dengan mudah mengucapkan selamat hari anak nasional, tapi pernahkan kita berpikir apa yang sudah kita berikan untuk anak-anak kita? Sejarah selalu berulang dan kejadian-kejadian yang sama juga selalu berulang, dimana orang tua menelantarkan anak, orang tua melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya dan masih banyak contoh lainnya. Padahal hak anak dilindungi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Perlakuan diskriminatif, bahkan oleh orantua sekalipun diancam dengan pidana penjara apalagi apabila orangtua melakukan kekerasan terhadap anak. Orangtua harus paham dunia anak adalah dunia bermain, bersenang-senang, bergembira. Jangan paksakan anak untuk melakukan hal yang belum bisa dilakukan, misalkan memaksakan anak untuk bisa membaca meskipun usianya masih sangat belia. Berilah hak pada anak untuk bisa tumbuh kembang sesuai dengan kodratnya. Pemaksaan kehendak oleh orangtua justru akan menjurumuskan anak menjadi pribadi yang selalu bergantung pada orangtuanya dan tidak bisa mandiri. Peran masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam mendorong tumbuh kembang anak. Biarkan anak-anak kita bermain dengan teman sebayanya. Kta hanya dapat mengawasi supaya tidak terjadi hal-hal buruk. Anak kita akan menjadi penerus bangsa ini, sehingga tumbuh kembangnya menjadi tanggung jawab kita semua tanpa kecuali. SELAMAT HARI ANAK NASIONAL, 23 JULI 2018.
Rabu, 18 Juli 2018
DISPARITAS PUTUSAN
Seringkali masyarakat bertanya-tanya, kenapa ada putusan yang berbeda terhadap perkara-perkara yang sama atau sejenis. Merupakan hal wajar bagi masyarakat awam untuk dapat memahami "kenjlimetan" ini mengingat memahami hukum tidak hanya harus paham pasal yang ada tetapi juga harus memahami filosofi penerapan pasal terhadap suatu tindak pidana. Perbedaan putusan itu yang dinamakan dengan DIPARITAS PUTUSAN. Mengapa bisa terjadi adanya disparitas putusan? Ada beberapa hal yang mendasari terjadinya disaparitas putusan, antara lain adalah :
1. Fakta persidangan, bisa saja terhadap 2 (dua) perkara pencurian muncul 2 (dua) putusan yang berbeda, putusan yang satu menghukum pelaku dengan pidana penjara 3 (bulan) yang satu lagi putusannya menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Terhadap hal tersebut, harus dipahami fakta yang terbukti di persidangan, yaitu pelaku pencurian melakukan pencurian karena kebutuhan untuk makan namun bisa juga pelaku melakukannya karena tabiat atau perilaku yang suka mencuri. Fakta persidangan ini yang seringkali tidak dipahami oleh masyarakat, seringkali masyarakat hanya menilai hakimnya tidak adil; 2. Latar belakang Hakim, bukan hanya terkait latar belakang keluarga, namun juga latar belakang pendidikannya, baik itu institusi fakultas hukumnya maupun strata pendidikannya. Seorang hakim yang lebih tinggi jenjang pendidikannya cenderung lebih bijaksana dalam mengambil putusan dengan pertimbangan yang lebih matang; 3. Kepekaan seorang Hakim, hal ini berkaitan dengan kepekaan menilai keadaan Terdakwa baik sebelum melakukan tindak pidana, selama melakukan tindak pidana, Seorang terdakwa yang merupakan residivis tentu akan dipertimbangkan berbeda dengan terdakwa yang bukan merupakan seorang resdivis; 4. Munculnya peraturan perundang-undangan yang lebih baru, dengan adanya peraturan perundangan yang baru selama masa peralihan, seroang hakim cenderung akan mempertimbangkan pidana yang meringankan terdakwa. Beberapa hal tersebut yang menyebabkan terjadinya disparitas putusan yang harus dipahami oleh masyarakat awam hukum.
Senin, 16 Juli 2018
DAS SEIN dan DAS SOLLEN
Seringkali hukum akan bertabrakan antara aturan hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada. Merupakan suatu tantangan bagi para penegak hukum untuk menmenyelaraskan hukum yang diinginkan (DAS SEIN) dengan keadaan yang ada (DAS SOLLEN). Diperlukan pemahaman filosofis untuk dapar memahami antara DAS SEIN dengan DAS SOLLEN, sebab apa yang diinginkan atau yang diberlakukan sering berbeda jauh dengan kenyataan yang ada dalam massyarakat. Ada sebuah contoh yang nyata terjadi beberapa hari yang lalu yaitu ketika seorang anggota kepolisian yang juga merupakan pemilik sebuah minimarket menangkap basah beberapa orang yang melakukan pencurian di toko miliknya. Sebuah ironi yang terjadi adalah bahwa anggota kepolisian tersebut justru melakukan pemukulan bahkan penganiayaan terhadap orang-orang yang melakukan pencurian tersebut. Dalam hal ini jelas DAS SEIN berhadapan langsung dengan DAS SOLLEN, yaitu dalam DAS SEIN, setiap pencurian akan ditindak secara hukum, namun DAS SEIN yang terjadi bahwa pelaku pencurian justru dianiaya yang jelas merupakan sebuah tindak pidana. Apapun alasannya, tindakan penganiayaan terhadap seseorang atau beberapa orang yang melakukan tindak pidana adalah juga merupakan TINDAK PIDANA. Kejernihan berpikir harus dikedepankan ketika terjadin hal demikian, sebuah tindak pidana tidak bisa dihadapi dengan melakukan tindak pidana yang lain yang justru akan merugikan pihak yang melakukan tindak pidana susulan. DAS SEIN selalu menginginkan keadaan yang ideal yang ada dalam masyarakat, ingin ada keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat, namun DAS SEIN justru menunjukkan hal berbeda yaitu seringkali diakibatkan oleh perilaku orang dalam masyarakat itu sendiri yang merugikan tidak hanya dirinya sendiri tetapi juga merugikan orang lain.Contoh lain yang memperhadapkan DAS SEIN dan DAS SOLLEN,yaitu pencurian yang dilakukan karena pelakunya terpaksa harus melakukan demi kelangsungan hidupnya dan hidup keluarganya, karena ketidakmampuan secara ekonomi, menyebabkan pelaku melakaukan pencurian. Terhadap keadaan ini diperlukan sikap yang arif bijaksana dalam menyikapinya. Kesalahan tetap harus dihukum akan tetapi hukuman yang dijatuhkan bukan merupakan pembalasan atas perbuatannya akan tetapi agar si pelakunya menjadi jera untuk tidak mengulanginya lagi dan juga memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan yang dilakukan oleh undang-undang. Menjadi tugas kita bersama untuk mengedapankan upaya preventif supaya tidak terjadi tindak pidana dibandingkan upaya represif yang bisa merugikan masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)
DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN
Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...

-
SOAL DAN JAWABAN MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH [1] 1. Jelaskan Sejarah Perkem...
-
PERTANYAAN MENGENAI TEORI HUKUM 1. Antara Teori Hukum dan Filsafat Hukum terdapat kaitan walaupun lingkupnya berbeda, kupa...
-
Renungan Awal Pekan (07042015) MAKALAH HUKUM “FILOSOFI SISTEM HUKUM DI INDONESIA” OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH BAB I PENDAHU...