Sebuah pertanyaan sederhana namun mengandung nilai yang mendalam. Hal ini terutama untuk menilai kepatuhan seseorang pada hukum yang berlaku. Tidak perlu memikirkan ketaatan hukum yang rumit, cukup ketaatan dalam hal yang sepele saja. Misalnya, apakah anda sudah membuang sampah pada tempatnya? apakah anda sudah datang ke tempat kerja anda secara tepat waktu? dan berbagai hal sepele lainnya. Hal-hal sederhana ini seringkali luput dari perhatian kita semua dan menganggap remeh dan tidak penting. Padahal apabila kita mau berpikir sejenak, satu orang yang membuang 1 buah sampah akan terus bertumpuk sampah tersebut jika ada 1000 orang yang melakukannya. Mari kita mulai dari diri kita sendiri untuk selalu taat pada hukum yang ada dengan dimulai dengan melakukan hal-hal sepele yang akan menunjukkan kita sebagai pribadi yang taat hukum.
Rabu, 26 September 2018
Selasa, 25 September 2018
KAMPANYE BUKAN ARENA BERMAIN ANAK-ANAK
Saat ini sudah masuk masa kampanye hingga masuk minggu tenang menjelang tahap pemilihan umum pada bulan April 2019. Berbagai macam sarana dipergunakan selama kampanye termasuk di antaranya adalah kampanye secara terbuka yang diadakan di sebuah lapangan terbuka maupun di dalam sebuah gedung. Silahkan berkampanye tetapi hendaknya diingat bahwa selama mengikuti kegiatan kampanye, sangat tidak dianjurkan untuk membawa anak-anak terutama yang masih berusia di bawah 17 (tujuh belas) tahun. Hal ini mengingat bahwa arena kampanye bukanlah arena bermain bagi anak-anak. Hak anak harus dilindungi termasuk dari pengaruh buruk pelaksanaan kampanye. Sekali lagi harus ditegaskan kita harus arif dan bijaksana ketika akan mengajak anak-anak ke dalam arena kampanye. Pendidikan politik praktis bukanlah ditujukan bagi anak-anak, biarkanlah anak-anak berkembang sesuai perkembangan umurnya. Sebaiknya panitia kampanye juga bisa menyediakan tempat khusus untuk menampung anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya mengikuti kampanye. Bisa diadakan tempat bermain yang menyenangkan di sekitar arena kampanye dan tanamkan pengertian kepada anak bahwa kampanye bukanlah kegiatan untuk anak-anak tetapi untuk orang dewasa.Pihak KPU maupun Bawaslu juga harus berani bertindak tegas untuk tidak mengijinkan orang tua yang akan mengikuti kampanye dengan mengajak anak-anaknya, sehingga anak-anak tersebut tidak masuk ke dalam arena kampanye.
Senin, 17 September 2018
Tata Urutan Perundang-Undangan
Sebagai negara yang mengakui menyebut dirinya sebagai negara hukum, maka setiap langkah dan gerak warga negaranya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu harus dipahami terdapat tata urutan perundang-undangan yang harus dipahami oleh setiap warga negara. Pada tataran tertinggi, ada Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat dan diterapkan di Indonesia. Di bawah Pancasila, terdapat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjadi dasar pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Seluruh Undang-Undang yang dibuat harus merupakan penjabaran dari UUD Negara Tahun 1945, tidak boleh sedikitpun menyimpanginya dan apabila tidak sesuai maka undang-undang tersebut menjadi batal demi hukum. Dalam tataran berikutnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang merupakan hak prerogratif dari Presiden sebagai Kepala Negara untuk mengatasi kekosongan hukum akibat dari belum adanya undang-undang yang mengaturnya. Di bawahnya da Peraturan Pemerintah yang merupakan peraturan pelaksanaan dari sebuah undang-undang. Peraturan Pemerintah inipun harus sejalan dengan undang-undang sebagai peraturan induknya. Di bawah Peraturan Pemerintah, dikenal berbagai perauran pelaksana lainnya seperti Instruksi Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, hingga peraturan lembaga kenegaraan lainnya, yang seluruhnya harus tunduk dan sejalan dengan undang-undang yang menjadi induk dari peraturan pelaksanaan tersebut. Oleh sebab itu, maka penyusunan dan pembentukan suatu peraturan (legal drafting) harus dilakukan oleh orang yang benar-benar berkompeten yang menguasai bidang hukum dan bukan oleh orang-orang yang tidak menguasai hukum. Hal ini bertujuan untuk membuat peraturan yang tidak bertentangan dengan kaidah hukum peraturan yang lebih tinggi yang akan memicu gugatan hukum (judicial review) yang berujung pada pembatalan peraturan tersebut.
Jumat, 10 Agustus 2018
Tahun 2019 Tahun Politik
Hanya sekitar 8 (delapan) bulan, bangsa Indonesia akan mempunyai hajatan politik besar yaitu Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang dilakukan secara langsung. Dapat dikatakan masa-masa inilah bangsa kita akan masuk dalam masa rawan, yaitu akan bertebaran kampanye politik baik yang dilakukan secara resmi selama masa kamapanye maupun yang dilakukan diluar masa kampanye. Berbagai macam cara digunakan selama melakukan kampanye baik yang dilakukan secara fair maupun cara-cara yang tidak terpuji (black campaign) yaitu cara-cara dengan menggunakan isu suku, ras maupun agama (SARA) yang mempunyai potensi perpecahan bangsa. Menjadi tugas kita bersama untuk menjaga agar kampanye yang dilakukan tetap dalam koridor hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang sehingga tidak menimbulkan gesekan dan terjadinya tindak pidana. Hal ini terutama yang dilakukan melalui media sosial maupun media internet lainnya. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut justru akan merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Tetap jaga perilaku selama bermedia sosial, karena jarimu adalah harimaumu, salah ketik sedikit saja bisa berujung pidana. Mari kita saling mengingatkan sebagai sesama anak bangsa yang peduli akan kemajuan dan kedewasaan berpolitik di Indonesia.
Selasa, 07 Agustus 2018
Cara Memahami Hukum
Seringkali hukum berisikan materi yang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Bukan perkara mudah untuk dapat memahami bahasa hukum jika tidak berlatar belakang sarjana hukum. Akan tetapi sebenarnya ada caa yang cukup mudah untuk memahami (bahasa) hukum. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa hukum tidak akan jauh pengertiannya dari akal logis manusia. Apa yang dipikirkan oleh manusia itu pula yang diterapkan dalam hukum.Contoh mudah, setiap orang yang bersalah harus dihukum. Di dalam Sosisologi hukum, hal ini disebut sebagai permis mayor atau pendapat yang umum dikemukakan oleh orang banyak. Satu tahap sudah dipahami bahwa setiap yang bersalah harus dihukum, namun kemudian muncul pendapat yang bisa dikatakan pendapat minor, bahwa terhadap perkara yang sama atau sejenis, hukuman yang dijatuhkan berbeda-beda. Adalah wajar apabila masyarakat mempertanyakan hal seperti itu, mengingat (dalam pemahaman masyarakat) apabila tindak pidanaya sejenis maka hukumannya harus sama. Ada beberapa sebab pemidanaan menjadi tidak sama, salah satu diantaranya yang merupakan hal pokok adalah, FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN. Tidak semua perkara yang sama atau sejenis memiliki fakta persidangan yang sama, mengingat bahwa pelakunya bisa berbeda, korbannya berbeda, alasan melakukan tindak pidana juga berbeda, selain itu juga faktor pelaku yang menyesali atau tidak menyesali perbuatannya dan juga pelaku adalah residivis (mengulangi perbuatannya) atau bukan. Hal-hal tersebut akan menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Yang utama dalam sebuah putusan Hakim adalah Hakim tersebut memberikan pertimbangan yang cukup dan bisa diterima logika atas suatu tindak pidana. Oleh karena itu, maka memahami hukum harus menggunakan logika dan ketika ditemukan perbedaan penafsiran maka harus dicari sebabnya. Janganlah kita memahami hukum hanya setengah-setengah yang pada akhirnya akan menimbulkan gala paham atas suatu hukum yang berlaku.
Senin, 06 Agustus 2018
Sepenggal Cerita dari Diklat HAM
Semua orang pasti sudah mengenal dan mendengar mengenai Hak Asasi Manusia atau sering disingkat dengan HAM. Namun mungkin masih banyak yang belum paham, sempai batasan apa HAM dapat diterapkan. Hal ini berkaitan dengan adanya Kewajiban Asasi Manusia. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa ketika ia menuntut haknya maka sejatinya ia telah pula dibebani dengan kewajiban yang harus dilakukannya. Contoh mudah, ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, kenapa dia selalu mendapat nilai yang kurang bagus, maka seharusnya sang murid tersebut juga bertanya pada dirinya, apakah dia sudah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu belajar. Sering kita mendengar atau melihat baik langsung maupun tidak langsung, adanya demonstrasi menuntut sesuatu hak, namun pernahkah para pendemo tersebut berpikir, bahwa dengan melakukan demonstrasi juga menghalangi hak orang lain untuk, misalkan, melewati jalan yang tertutup oleh peserta demo. Teringat pada persitiwa beberapa tahun yang lalu, ketika terjadi demonstrasi besar sehingga menutup bagian jalan di sepanjang Jalan Gatot Subroto Jakarta, ketika itu terdapat ambulance yang sedang membawa pasien seorang ibu yang akan melahirkan. Ambulance tersebut tidak dapat melintas di jalan yang sudah tertutup oleh peserta demonstrasi, sehingga dalam keadaan darurat ibu tersebut dapat melahirkan di tengah jalan tol di tengah-tengah peserta demonstrasi dengan bantuan paramedis dari mobil ambulance tersebut. Hak kita tidak akan terlepas dari hak orang lain, yang kemudian kita sebut sebagai kewajiban. Tanpa adanya kesadaran akan kewajiban kita maka tentunya akan sia-sia apabila kita hanya menuntut hak kita
Kamis, 26 Juli 2018
PERMA NO. 13 TAHUN 2016
http://sp.beritasatu.com/home/peraturan-ma-no-13-tahun-2016-jadi-titik-tolak-kemajuan-hukum-di-indonesia/125103
Langganan:
Postingan (Atom)
DIMANA TANAH DIPIJAK, DISANA NASI DIMAKAN
Sebuah prinsip yang selalu saya pegang saat saya masih sering merantau dan sebagai informasi saja, saya sudah berantau d...

-
SOAL DAN JAWABAN MATA KULIAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA OLEH : H. SANTHOS WACHJOE P, SH.MH [1] 1. Jelaskan Sejarah Perkem...
-
PERTANYAAN MENGENAI TEORI HUKUM 1. Antara Teori Hukum dan Filsafat Hukum terdapat kaitan walaupun lingkupnya berbeda, kupa...
-
Renungan Awal Pekan (07042015) MAKALAH HUKUM “FILOSOFI SISTEM HUKUM DI INDONESIA” OLEH : H. SANTHOS WACHJOE PRIJAMBODO, SH.MH BAB I PENDAHU...