Sampai
hari ini masih banyak yang belum paham mengenai Sidang Pra Peradilan. Banyak yang
mengira bahwa dalam sidang Pra Peradilan, bisa membebaskan seseorang atau
beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana.
Sebenarnya,
perihal sidang Pra Peradilan, sudah diatur di dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Harus
diakui bahwa masih banyak masyarakat yang masih belum memahami hukum, meskipun
sudah menjadi adegium hukum bahwa dengan diundangkannya suatu peraturan
perundang-undangan, maka masyakarakat dianggap telah tahu dan memahami
peraturan perundangan tersebut.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 77 KUHAP tersebut, sidang Pra Peradilan yang dilakukan
berwenang untuk memeriksa dan memutus tentang :
a.
Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi
seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
Dari ketentuan Pasal 77
KUHAP ini sebenarnya sudah diperluas pengertiannya oleh Mahkamah Konstitusi sesuai
dengan Putusan Mahkamah Kosntitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tahun 2014, yaitu
termasuk di dalamnya adalah mengenai penetapan
tersangka, meskipun dalam putusan Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa
untuk menetapkan seseorang atau beberapa orang sebagai tersangka harus dengan 2
(dua) alat bukti yang cukup.
Dari pengertian sebagaimana
tersebut dalam huruf a dan b maupun yang telah diputusakan oleh Mahkamah
Konstitusi, kita bedah satu persatu supaya kita bisa paham apa maksud di
dalamnya.
1) Sah atau tidaknya penangkapan, permohonan
Pra Peradilan hanya dapat diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasa
tersangka, diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan
alasan-alasannya;
2) Sah atau tidaknya penahanan, permohonan
Pra Peradilan hanya dapat diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasa
tersangka, diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan
alasan-alasannya;
3) Sah atau tidaknya penghentian
penyidikan/penghentian penuntutan, permohonan Pra Peradilan
hanya dapat diajukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum (Jaksa) atau pihak ketiga
yang berkepentingan, diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan
alasannya. Pihak ketiga yang dimaksud dalam hal ini adalah pihak korban atau
pihak lain yang berkepentingan dalam perkara pidana yang dihentikan oleh
penyidikan atau penuntutannya;
4) Sah atau tidaknya penetapan tersangka,
sebenarnya ini merupakan perluasan dari Pra Peradilan yang saling berkaitan
dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa alat bukti
yang sah dalam suatu perkara pidana adalah :
1. Keterangan
saksi;
2. Keterangan
ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan
Terdakwa / Tersangka dalam proses penyidikan perkara pidana;
Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1)
KUHAP itulah, apabila pihak Penyidik, baik itu Kepolisan maupun Kejaksaan, yang
akan menyatakan seseorang atau beberapa orang sebagai tersangka suatu tindak
pidana, minimal harus didasarkan pada 2 (dua) alat bukti sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, misalnya sudah ada keterangan saksi dan
keterangan ahli atau sudah ada keterangan ahli dan surat, demikian seterusnya.
Dari
penjelasan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP tersebut, maka sebenarnya
Sidang Pra Peradilan adalah sarana bagi pihak-pihak yang oleh penyidik
dinyatakan sebagaimana ketentuan Pasal 77 dan berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut. Sehingga dengan
demikian, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1)
Sidang Pra Peradilan hanya sebagai sarana
untuk menilai kinerja penyidik apakah sudah sesuai dengan ketentuan perundangan
yang sudah ditentukan, yaitu sebagaimana ketentuan Pasal 77 sampai dengan Pasal
83 KUHAP dan ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi;
2)
Sidang Pra Peradilan tidak ditujukan untuk
membuktikan benar tidaknya perbuatan tersangka, karena untuk membuktkan benar
tidaknya perbuatan tersangka akan dilakukan pada persidangan perkara pokoknya
bukan pada sidang Pra Peradilan;
3)
Ketika penyidik dinyatakan dalam sidang Pra
Peradilan telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka
seseorang atau beberapa orang yang telah dilakukan tindakan dengan mengeluarkn
Penetapan sesuai dengan Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP dan Putusan
Mahkamah Konstitusi, maka Penetapan tersebut harus dibatalkan, akan tetapi penyidik dapat mengulangi
proses penyidikan dengan berdasarkan ketentuan yang berlaku;
4)
Contohnya, jika seseorang dinyatakan sebagai
tersangka oleh Penyidik dan dalam sidang Pra Peradilan dinyatakan penetapan
sebagai tersangka tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu
didasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti, maka Penetapan sebagai tersangka
harus dicabut, akan tetapi penyidik
dapat mengeluarkan Penetapan yang baru terhadap orang tersebut sebagai tersangka
dengan mendasarkan pada minimal 2 (dua) alat bukti yang benar dan bukan
mengaada-ada;
5)
Pembuktian benar tidaknya perbuatan seorang
tersangka akan dibuktikan di persidangan perkara pokoknya yaitu dengan
dinyatakannya tersangka sebagai TERDAKWA
di persidangan, bukan di sidang Pra Peradilan.
Kurang lebih demikian
penjelasan singkat mengenai sidang Pra Peradilan yang harus dipahami oleh
masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar